Senin, 27 September 2010

Ayahanda… Ibunda… Sekarang saya anak ROHIS… (by : kapandut.blogspot.com)

Ya, kata-kata itulah yang senantiasa ingin saya ungkapkan kepada kedua orangtua saya yang saya cintai. Betapa bangga rasanya kalau saja ucap itu tersampaikan kepada mereka lengkap beserta rasa bahagia dan bangga yang menjadi esensinya, namun entah mengapa rasanya ada saja yang menahan kata-kata itu keluar dari bibir pemberian Allah ini. Kalaupun bisa terucap, ia menjadi tak seindah ketika masih berada dalam benak. Tak berhasil merepresentasikan rasa bangga begitu luar biasa dalam hati saya karena saya dipilih Allah SWT menjadi anak ROHIS.
Saya ingin sedikit bernostalgia, dahulu ketika awal saya melangkahkan kaki kelembah putih abu-abu saya tak tahu akan jadi seperti apa. Tak ada gambaran apapun mengenai akan jadi apa saya baik di masa SMA maupun setelahnya. Tapi pikir saya ya sudahlah, toh nantinya semua akan mengalir dan kita ikuti saja aliran itu layaknya air. Di masa-masa awal sekolah, saya hanya menemukan hedonisme dalam kehidupan SMA. Ketawa-ketiwi jadi agenda saya setiap hari. Namun entah apa yang mendasari rasa ini, saya begitu tak nyaman dengan gaya hidup semacam itu. Memang ketawa-ketiwi itu juga sebenarnya hobi saya (hehehe), tapi ada yang hampa rasanya karena kesenangan itu hanya sekedar kesenangan saja, tidak ada yang saya dapatkan kecuali gigi yang kering dan pipi yang pegal. Sejenak juga hilang, tidak berbekas. Hal ini mungkin yang membuat saya berpikir dan membongkar hati saya untuk mencari apa sih maunya ini hati?

Pada suatu masa, ketika saya sedang belajar dalam ruang kelas, masuklah kakak-kakak kelas kedalam ruang kelas saya. Ternyata mereka ingin mempromosikan ekstrakurikuler yang ada di sekolah ini. Mulai dari pramuka, PMR, basket, dan banyak ekstrakurikuler lainnya mengirimkan perwakilan yang secara bergantian masuk ke ruang-ruang kelas untuk mempromosikan dan mengajak siswa-siswi baru untuk bergabung, tak terkecuali kelas saya juga. Yah ini agenda tahunan mereka, saya sih cuek saja. Namun, ada sesuatu yang tiba-tiba menghentak saya dari lamunan ketika saya mendengar perwakilan dari ROHIS masuk ke ruang kelas. Ya, ROHIS, nama organisasi ekstrakurikuler yang satu ini memang sudah mengiang-ngiang di benak saya sejak saya mendaftar ke sekolah ini, karena mereka membuat spanduk penyambutan siswa baru dan juga mendirikan stand pusat informasi yang juga menjual alat-alat tulis sehubungan dengan aktifitas pendaftaran. Mereka sudah menarik perhatian saya sejak perdana saya memasuki gerbang sekolah, dan kini saya mendengar mereka membuka peluang bergabung didepan mata kepala saya.

Sontak kesempatan ini tak saya sia-siakan. Bagaikan mendapat bongkahan emas, entah mengapa saya begitu bergairahnya ketika formulir itu disodorkan kepada saya. Tak menunggu lama saya ambil saja dan saya isi formulir itu, keesokan harinya saya kembalikan lagi kepada pengurus. Singkat cerita, akhirnya sayapun resmi bergabung di ROHIS dan artinya saya telah mengangkat sauh perahu untuk mengarungi dunia penuh cabaran dan cobaan, yakni dunia dakwah yang diridhai Allah SWT.

Kebahagiaan yang islami, itulah yang tergambar di kepala saya kalau ditanya apa yang saya harapkan bisa saya dapatkan di ROHIS. Memang benar, dan memang itulah yang saya dapatkan sekarang. Namun tampaknya defenisi ‘kebahagiaan’ antara yang dulu saya harapkan dengan yang sekarang saya dapatkan itu ternyata berbeda. Dulu saya kira yang namanya kebahagiaan hanyalah yah itu tadi, ketawa-ketiwi sana-sini, bersenda gurau dan bermain-main. Namun di ROHIS saya menemukan arti kebahagiaan yang saya pikir inilah makna yang sesungguhnya. Dimana saya mendapatkan teman-teman yang sudah menjadi saudara, yang rela bersama dikala senang maupun susah, dimana saya mendapatkan ilmu dan hikmah dari setiap perjumpaan saya dengan mereka, dimana ada rasa rindu yang luar biasa menggelayuti qalbu ketika tak bisa berjumpa dengan mereka dalam beberapa waktu. Dimana kesusahan justru menghasilkan sebuah kenikmatan yang tiada terukur harganya. Dimana saya belajar menjadi dewasa dan berguna di masyarakat. Ya! Inilah saya! Teriak batin saya yang begitu membahana karena akhirnya saya berada di tempat saya akan menemukan jati diri.

Berbagai macam aktifitas dan kegiatan di ROHIS memang menyita waktu saya. Tapi rasanya itu semua terbayarkan dengan ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan dari waktu yang saya korbankan itu. Bagaimana tidak? Waktu yang saya pergunakan itu diganti Allah dengan ilmu (dari sisi dunianya) dan pahala (dari sisi akhiratnya), karena di ROHIS tak hanya sekedar ber-muamalah, tapi juga beribadah kepada Allah dengan penerapan hukum-hukum-Nya dan pengamalan perintah-Nya, yaitu dakwah ilallah. Ya Allah, segala puji bagi-Mu yang sangat sayang pada hamba, karena Engkau telah mempertemukan hamba dengan majlis mulia ini. Betapa girangnya hati ini jika mengingat kembali berharganya masa yang kuhabiskan bersama mereka di ROHIS tercinta.
Namun yang namanya hidup, tetap saja tak ada yang gratis. Kebahagiaan itu tentu harus ditebus dengan pengorbanan yang tak kalah dahsyat. Tak hanya waktu yang tadi saya utarakan, tapi juga tenaga, pikiran, perasaan, juga harta. Bahkan kebahagiaan itu harus dicapai dengan menghadapi berbagai cobaan, diantaranya fitnah, dugaan, larangan dari berbagai pihak, bahkan sampai dikucilkan sekalipun, padahal apa yang saya lakukan di ROHIS hanyalah menjalankan kehidupan sesuai Al-Quran dan hadits, namun selalu saja ada pihak-pihak yang tidak menyenanginya. Tampaknya itu sudah sunatullah, tapi hal ini justru menjadi kayu bakar yang akan menyalakan api semangat yang berkobar. Bukankah Allah tidak membiarkan hamba-Nya mengatakan dirinya beriman sebelum Allah mengujinya terlebih dahulu?

Inilah dinamika hidup menjadi anak ROHIS. Menjalani hidup sembari memahami arti perjuangan. Semua perbuatan menjadi karena Allah. Berteman karena Allah, berprestasi dalam belajar karena Allah, beraktifitas karena Allah, karena memang perjuangan ini karena Allah. Bukankah itu indah?

Menjadi anak ROHIS tentunya mendapatkan keuntungan-keuntungan yang saya rasa tak akan mendapatkannya di tempat lain. Jujur saja, saya mampu shalat 5 waktu tanpa bolos sehari semalam itu karena kebiasaan yang dibangun dalam pendidikan di ROHIS, saya mampu membaca, mentadabburi, dan mengamalkan serta mengajarkan Al-Qur’an hari inipun, juga karena pendidikan yang saya dapatkan di ROHIS. Dan banyak lagi amalan saya yang mengalami perbaikan karena ilmu dan kebiasaan yang didapatkan dari keseharian saya di ROHIS. Itu adalah keuntungan ruhiyahnya. Lalu apa keuntungan fikriyahnya? Yah, saya jadi mampu berbicara didepan publik. Berkali-kali saya berhasil memberanikan diri untuk berdiri didepan pasang mata dan telinga, baik itu jumlahnya satuan, puluhan, bahkan ratusan dan ribuan sekalipun. Saya jadi mampu mengerti bagaimana bermasyarakat yang baik. Bersosial dengan teman-teman, guru-guru, keluarga, dan lingkungan sekitar. Selain itu saya juga mendapatkan ilmu organisasi, manajemen, kepemimpinan dan segala macam tata kelola terkait operasional suatu organisasi. Bukankah itu hal yang sangat positif? Apalagi bagi generasi muda yang memang membutuhkan itu semua guna mempersiapkan dirinya menjadi bagian dari masyarakat di kemudian hari.

Tetapi tampaknya sedemikian banyak aspek positif dari ‘ber-ROHIS-ria’ tak menjadi fokus bagi kebanyakan orang tua. Banyak orang tua yang memandang hal-hal tak penting yang sebenarnya itu hanya konsekuensi ringan yang harus dijalani sang anak karena ia mau menjadi orang yang sukses atau itu hanya karena kebiasaan si anak itu sendiri, bukan karena ia berada di ROHIS. Orang tua hanya mempermasalahkan hal-hal seperti jam pulang yang jadi lebih lama dari biasanya, waktu yang banyak tersita diluar, nilai-nilai pelajaran yang merosot, dan hal-hal kecil lainnya.
Seperti permasalahan jam pulang yang lebih lama, anehnya para orangtua tak mempermasalahkan jika anaknya pulang lama karena les bimbingan belajar, alasannya yah barang tentu karena mereka menganggap jika anaknya pulang lama karena bimbel itu adalah alasan yang jelas karena ia belajar disana, tapi kalau di ROHIS tidak jelas ngapain saja kerjaannya. Waduh, ini sungguh pemahaman yang keliru dan menunjukkan tidak adanya perhatian orang tua terhadap anaknya. Siapa bilang anak pasti akan belajar ketika berada di bimbingan belajar? Kebanyakan bimbingan belajar saat ini hanya menjadi ajang bisnis dan tak begitu mempedulikan transfer ilmu yang seharusnya dilakukan. Lihat saja kelasnya yang apa adanya, belum lagi ramainya siswa dalam satu kelas. Apakah kondusif untuk belajar? Siapa yang menjamin kebanyakan anak tidak akan mengobrol ketika dalam kelas bimbingan belajar? Sementara ketika mereka berada di ROHIS, disana mereka pasti belajar. Belajar bukan hanya membaca buku, atau membahas mata pelajaran yang ada di sekolah, atau mengerjakan soal-soal latihan dari buku paket. Tapi bukankah bersosial juga adalah belajar? Bukankah berorganisasi juga adalah belajar? Bukankah beribadah jugapun sesungguhnya adalah proses mendidik diri?

Kita mengerti nilai di sekolah sesungguhnya tak lebih dari sekedar formalitas, yang namanya belajar tentu saja setiap saat, tak hanya di sekolah. Namun dilakukan setiap saat dan di ROHIS kami dibimbing untuk mempelajari sesuatu berlandaskan Quran dan sunnah. Kita juga mengerti bahwa dalam realitanya, pelajaran-pelajaran yang kita dapati di sekolah hanya akan terpakai sekitar 10-15% saja dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan 85-90% adalah soft skill yang itu diasah dalam beraktifitas di ROHIS.

Orang tua juga banyak yang meng-kambinghitam-kan ROHIS ketika nilai pelajaran anaknya menjadi merosot. Sehingga kemudian mereka melarang anaknya untuk terus aktif berkegiatan di ROHIS. Wahai ayahanda, wahai ibunda, janganlah seperti itu. Pahamilah bahwa di ROHIS-pun tidak menyepelekan pelajaran sekolah. Disinipun kami membentuk kelompok belajar dan bersama-sama mendiskusikan pelajaran sekolah. Justru disini kami mendapat pencerahan dan lebih mengerti tentang pelajaran itu. Wahai ayahanda, wahai ibunda, yakinlah meskipun ayahanda bunda melarang kami aktif di ROHIS dengan harapan nilai kami bisa meroket, belum tentu juga harapan itu akan terwujud. Kami hanya akan sama saja atau malah lebih buruk karena dijauhkan dari teman-teman yang selama ini mengajarkan kami dan memotivasi kami.

ROHIS sudah ibaratkan rumah kedua bagi para anggotanya. Disanalah kami bernaung membina ukhuwah dan berjuang demi dakwah. Disanalah tempat menuntut ilmu yang syar’i dan disanalah tempat untuk belajar jadi lebih mandiri. Ayahanda bunda, betapa Allah sayang pada ayah dan bunda. Bukankah ayah bunda senantiasa berdo’a setiap malam kepada Allah memohonkan anak yang sholeh dan mendo’akan serta berbakti kepada kedua orang tuanya? Inilah saya datang kepada ayah bunda. Allah menjadikan saya berjumpa dengan ROHIS karena Allah ingin mengabulkan do’a yang selama ini senantiasa tanpa jemu ayah bunda pintakan kepada Allah SWT. Tahukah ayah, tahukah bunda? Dalam hati saya yang terdalam, sungguh saya ingin ayah bunda mengucap, “Nak, kami bangga padamu.” Sungguh saya berjuang mati-matian di ROHIS ini, mengambil peran di masyarakat agar semua orang tahu, ‘ini loh anaknya bapak fulan dan ibu fulanah adalah anak yang sholeh dan sangat disayangi masyarakat. Ia rajin ke masjid dan berperan di lingkungan kami. Ia juga jadi pemimpin di kalangan kami. Subhanallah, sungguh beruntung mereka mempunyai anak seperti ia.’

Sungguh saya bukan ingin riya’ dan sombong, namun saya hanya ingin membuat ayah bunda bangga, karena bakti itulah yang bisa saya persembahkan kepada ayah bunda yang sangat saya kasihi, sangat saya cintai. Begitu banyak yang telah saya alami di ROHIS ini dan yang akan saya alamipun juga telah menunggu. Motivasi saya ialah karena Allah, karena rasulullah saw, juga karena ayahanda bunda yang saya hormati, kasihi dan cintai.

Demikian tulisan ini saya buat karena saya sangat ingin mengutarakan kepada ayah bunda akan kebanggaan dan kebahagiaan saya di ROHIS, harapan saya, dan motivasi saya. Jika mulut ini sering salah berucap, jika tingkah ini sering salah bertindak, maka saya harap tulisan ini dapat menyampaikan maksud yang saya inginkan ayahanda dan bunda mengetahuinya meskipun saya rasa tetap tidak menggambarkan perasaan saya yang sesungguhnya. Saya mohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan, dan saya mohon ampun kepada kedua orang tua saya atas segala kedurhakaan dan kekurangan sebagai seorang anak. Ananda ini masihlah belajar, biarkanlah berkembang karena sesungguhnya sekarang ananda berada di jalan yang benar, yakni jalan dakwah yang akan membimbing kepada Jannah. Do’akanlah ananda tetap istiqomah dan restuilah setiap kali ananda mengambil langkah. Ayahanda bunda, ananda sayang padamu, terima kasih tiada terkira atas pengertian yang selama ini diberikan dan ridhoilah ananda mengambil ROHIS sebagai jalan hidup ananda.

27 September 2010/19 Syawal 1431 H
~M.T.Q~
Diposkan oleh kapandut di 08.15

Jumat, 17 September 2010

puisi seorang akhwat

Aku terpaku kini

dalam kalutan jiwa yang gersang...

haaahhh.. kenapa aku ini?
hangat terasa mengalir disetiap darahku..

nadiku, uratku, nafasku, dentaman jantungku...

menyesakkan namun membahagiakan..

mengagumi sesosok makhluk terindah yang pernah Dia ciptakan..

wajahnya begitu dekat saat kututup mata ini...

wajahnya, matanya, bibirnya, hidungnya...

begitu jelas ku bayangkan.. indah...

ya, begitu indah...

sorot mata yang tak mampu kutebak apakah dia merasakan hal yang sama?

membaca isi hati di setiap gerak geriknya

tak luput tatapan ini menatap keindahan yang Diciptakan-Nya untuknya...

sungguh... aku mengaguminya...

ingin ku ungkapkan, namun kumembisu...

ingin ku tunjukkan, namun ku mematung...

ingin ku musnahkan, namun ku terkepung bayang bayang tentangnya....



Allah,,

betapa dahsyat rasa ini

apa aku berdosa memiliki cinta ini?

aku begitu mencintainya... namun, aku tak mampu berbuat

aku hanya wanita yang lemah dengan perasaan ini



Allah,,

apakah aku berdosa?

sadarkan aku jika aku berdosa

tegur aku jika aku bersalah

tuntun aku jika salah arah...

sungguh... aku telah menduakanMu..

cinta ini telah terbagi dengan dirinya..

hati ini telah dibelenggu oleh nafsu nafsu setan!

segala fikiranku telah direbut oleh fikiran setan!

segala kewajibanku telah terlena dengan godaan setan!

aku sadar itu Yaa Allah..

aku sadar itu...

namun hati ini begitu lemah.............

kuatkan aku untuk memilih jalan yang Engkau Ridhoi...

tuntun aku ke jalan Nur-Mu..

aku ingin mencintainya, karena aku mencintaiMu..

ALLAH.... :')



**ini ana buat untuk adek2 ima tercinta, di ROHIS 1 & HIMMURI..

begitu banyak kisah yang telah kakak ketahui dari kalian...

warna warni kehidupan yang kalian curahkan kepada kakak..

isi hati yang tak terbendung yang kalian samapaikan ke kakak...

dan semua itu kakak jadikan sebuah puisi sederhana sebagai cerminan hati yang kalian alami saat ini..

tak usah ragu, tak usah malu... semua ini pernah dialami oleh siapa saja..

dimana saja... dan kapan saja..

terutama untuk adik2 kakak yang akhwat..

kalian adalah penerus kami yang selalu kami harapkan..

tanpa kalian, hidup kakak hampa..kehadiran kalian mampu membangkitkan naluri kakak...

kakak senang kalian telah banyak mencurahkan isi hati kalian...

dan kakak akan coba untuk jadi seseorang yang tidak hanya sebagai kakak..

tetapi bisa menjadi ibu di saat kalian butuh kehangatan, menjadi ayah di saat kalian butuh kasih sayang..

menjadi kakak atau abang di saat kalian ingin bercanda..

menjadi sahabat di saat kalian ingin berbagi rasa... :)

khusus untuk adik2 kakak yang lagi merasakan Virus Merah Jambu,,

"JANGANLAH KAU BUNUH CINTA ITU... TETAPI, BINGKAILAH IA DENGAN KEIMANANMU :)"

Rabu, 08 September 2010

Alhamdulillah

Akhirnya blog ini tercipta juga. Semoga dengan blog ini ana semakin bermanfaat di masyarakat dan blog ini adalah perwujudan perjuangan ana dalam berdakwah. Semoga blog ini dapat menjadi salah satu sayap pergerakan amar ma'ruf nahi munkar yang ana ikhtiarkan.

Tetap semangat. ALLAHUAKABAR !!!


kinawtra