Selasa, 12 Mei 2015

Mari berbenah : "Cinta Atas Cinta yang Sesungguhnya

SUDAH bisa dipastikan, ketika umat Islam dan pemudanya lebih mendahulukan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, jihad di jalan Allah, dan dakwah daripada segala hal yang berharga di dalam hidupnya, maka pasti Allah akan menjadikan mereka kuasa di bumi ini. Allah akan menggantikan rasa takut mereka dengan rasa aman, kelemahan dengan kekuatan. Dunia menjadi di bawah kuasa mereka dan semua umat manusia tunduk dan patuh kepada perintah dan larangan mereka.

Namun jika sebaliknya, maka tunggu saja sampai Allah memperlihatkan ketentuannya dan menurunkan siksa-Nya. Karena Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang tidak taat kepada-Nya dan keluar dari petunjuk dan jalan-Nya.

Mahabenar Allah yang berfirman:
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah [9]: 24)

Kita pun tidak boleh melupakan peran perempuan dalam kewajiban dakwah dan jihad. Islam telah memberi mereka tanggung jawab untuk ikut berjihad, jika memang dibutuhkan dan mendesak. Perempuan muslimah zaman dulu selalu siap berdiri di samping Rasulullah SAW dan para shahabatnya untuk berperang dengan pedang, mengobati yang terluka, merawat yang sakit, memindahkan yang terbunuh, dan membuatkan makanan. Berikut ini beberapa kisah keikutsertaan para perempuan muslimah dalam jihad.

Ar-Rabi’ binti Mu’awwidz

Diriwayatkan oleh Muslim bahwa Ar-Rabi` binti Mu’awwidz ra berkata, “Kami ikut berperang bersama Rasulullah SAW dan mengangkut yang terluka dan terbunuh ke Madinah.”

Ummu Athiyah Al-Anshariyah

Dalam riwayat Ummu ‘Athiyah Al¬Anshariyah ra, ia berkata, “Aku berperang bersama Rasulullah SAW sebanyak 7 peperangan. Aku berada di belakang mereka, membuat makanan, mengobati yang terluka, dan yang sakit.”

Ummu ‘Imarah

Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam di dalam kitab sirahnya bahwa Ummu Sa’ad bin Ar-Rabi’ menemui Ummu `Imarah. la berkata, “Wahai bibi, ceritakanlah kepadaku kisahmu di perang Uhud.” Maka Ummu ‘Imarah berkata, ‘Aku keluar pagi hari sambil menunggu apa saja yang dilakukan orang-orang. Saat itu, aku membawa tempat air minum yang sudah penuh terisi. Aku menghampiri Rasulullah SAW yang sedang bersama para shahabatnya dan kemenangan sedang berada di pihak kaum muslimin. Ketika kaum muslimin kalah, aku mendekat kepada Rasulullah lalu berdiri untuk melindungi beliau dengan pedang dan membidikkan anak panah hingga aku terluka.”

Shafiyah binti Abdul Muthalib

Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam bahwa Shafiyah binti Abdul Muthalib ra ketika melihat seorang Yahudi berkeliling di benteng, ia langsung menuruni benteng untuk mengejar musuh dan membunuhnya.

Dan masih banyak lagi contoh lainnya, yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Sedangkan kewajiban perempuan muslimah terhadap dakwah dan amar makruf nahi mungkar sama seperti laki-laki. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat menunaikan zakat, dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah [9]: 71)

Itulah pandangan-pandangan Islam yang sangat penting. Seseorang yang telah menikah harus dapat menjaga keseimbangan antara mendapatkan hak dan melaksanakan kewajiban dalam kehidupan, tanpa meremehkan tanggung jawab yang ada di pundaknya dan kewajiban yang harus dijalankannya. Inilah Islam yang sesungguhnya.*

Dipetik dari tulisan Dr. Abdullah Nashih ‘Ulwan pada bukunya “Pendidikan Anak dalam Islam”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar